Rumini: Perempuan Tangguh Pelestari Ukir

Rumini: Perempuan Tangguh dari Kota Ukir

Berita, Kolom27 Dilihat
banner 468x60

Fokuspers.com- Di kota kecil yang kehidupan masyarakatnya mulai tergerus oleh hegemoni Eropa, mulai budaya hingga gaya hidup. Tidak banyak orang yang masih tekun melestarikan budaya leluhur hanya agar tidak hilang dimakan zaman dan beralih menuju westernisasi.

Salah satu budaya yang eksistensinya mulai meredup adalah seni ukir yang ada di kota Jepara. Jepara mendapat julukan sebagai “Kota Ukir” bukan hanya omong kosong, tapi karena masyarakat jepara terlahir dengan bakat memahat dan mengukir, banyak sekali karya para pengrajin seni ukir kota Jepara yang bisa sampai dikenal di kancah internasional. Namun, fenomena yang terjadi sekarang di lingkungan masyarakat adalah rendahnya minat masyarakat untuk menjaga warisan budaya ini. Proses transformasi ini, tentunya disebabkan oleh pelbagai faktor, namun yang menjadikan rendahnya minat masyarakat untuk melestarikan seni ukir adalah proses pembuatannya yang membutuhkan waktu lama, keterampilan dan ketekunan yang merepotkan. Dan yang paling penting adalah nilai jual di pasar yang selalu mengalami penurunan harga dan kekurangan peminat karena mulai didominasi oleh mebel dengan gaya minimalis yang akhir-akhir ini mulai menjamur di mebel-mebel yang ada di kota Jepara.

banner 336x280

Namun, akan selalu ada yang berani melawan arus, seperti ikan salmon yang menerjang arus deras untuk sampai pada tujuan. Dia yang berani melawan arus adalah Rumini, ia lahir di Sukodono, kota Jepara, pada tahun 1978. Rumini merupakan anak keempat dari pasangan bapak Sono dan ibu Sapirah. Dengan keterbatasan ekonomi keluarga, Rumini hanya sanggup menyelesaikan pendidikan sampai jenjang Sekolah Dasar saja. Setelah lulus dari SDN 1 Sukodono pada tahun 1991, Rumini memulai kiprahnya di dunia seni ukir dengan ikut belajar mengukir dengan teman-temannya kepada seorang tetangga yang memiliki perusahaan mebel.

Selama dua tahun belajar memahat, Rumini dinyatakan lulus sebagai pengrajin kayu. Tidak hanya mendapat sertifikat kelulusan, Rumini juga dibekali peralatan memahat oleh pemilik perusahaan mebel tersebut. Dari situ, dimulailah perjalanan panjang Rumini dengan berbekal pahat dan palu untuk mengukir namanya yang sekarang sudah dikenal oleh banyak orang. Dari awal perjalanan hingga sekarang, Rumini melewati banyak tantangan yang membuatnya semakin kokoh dan teguh.

Sebagai perempuan, Rumini kerap kali diremehkan oleh para pemahat lain hanya karena dia seorang perempuan, “Kadang ada yang meragukan kemampuan saya dalam mengukir. Tapi saya buktikan sendiri, bahwa hasil kerja saya bisa bersaing,” tuturnya. Rumini termotivasi dengan argumen orang lain yang memberi stigma buruk terhadap perempuan sehingga membuatnya lebih giat lagi belajar mengukir. Berkat kerja keras dan konsistensinya, Rumini berhasil mengungguli kemampuan pemahat lain dengan hasilnya yang memuaskan konsumen dan hal tersebut mematahkan stigma yang melekat pada Rumini. Masalah lain yang harus dihadapi Rumini adalah keterbatasan peralatan yang mengakibatkan kurang maksimalnya karya yang dihasilkan. Namun semua tantangan berhasil ia hadapi dengan tubuh kokoh dan pantang menyerah.

Perjalanan yang dilalui Rumini selama bertahun-tahun yang disertai dengan banyak rintangan tidak membuatnya patah arang. Yang awalnya hanya bekerja sebagai pembuat kerajinan kursi, meja, dan barang-barang rumah tangga lainnya, Rumini mulai mencoba untuk mengikutsertakan karyanya di berbagai ajang perlombaan. Sampai pada puncaknya, ketekunan Rumini membuahkan hasil manis. Rumini mendapat berbagai penghargaan bergengsi, salah satunya pada ajang Kartini Awards dalam kategori Perempuan Pelestari Seni Ukir. Ia juga menorehkan prestasi dalam ajang Deklarasi Ukir Nasional, meraih juara 2 pada tahun 2022 dan juara 1 pada tahun 2024. Salah satu momen paling membanggakan dalam kariernya adalah ketika karyanya dibeli oleh Wakil Menteri HAM, menjadi bukti pengakuan atas nilai seni yang ia hasilkan. Selain itu, karyanya sudah dikenal hingga ke setiap penjuru benua, Rumini kerap mendapat pesanan dari luar negeri, seperti Turki, Italia, Malaysia, “saya sempat mendapat pesanan untuk meng-ekspor hasil ukir saya ke negara-negara Eropa dan Asia.” Jelasnya.

Rumini tidak menjadikan seni ukir hanya sebagai sumber mata pencaharian saja, tapi juga berniat untuk tetap melestarikan warisan budaya dari leluhur. Di samping itu, menjadi pelaku seni ukir juga merupakan bentuk perjuangan Rumini tentang keadilan dan kesetaraan gender seperti yang dilakukan oleh R.A Kartini pada zaman kolonial. Rumini berupaya untuk menghilangkan stereotip terhadap perempuan yang bekerja di bidang seni ukir. Upaya lain dari Rumini untuk para perempuan adalah dia berencana untuk mendirikan sebuah paguyuban seni ukir khusus peremupan. Paguyuban ini didirikan dengan niat menjadi wadah bagi para perempuan yang tertarik dan memiliki keahlian di bidang seni ukir, “ Saya sedang berawacana untuk menghimpun para perempuan yang memiliki minat dan bakat dalam bidang seni ukir, insyaallah akan kami resmikan setelah menggelar Lomba Ukir Perempuan Jepara pada bulan Agustus mendatang,” jelas  Rumini.

Selain aktifnya di dunia seni ukir, rumah beliau juga sangat terbuka untuk umum, tak jarang mahasiswa datang ke rumahnya untuk melakukan peneliatan tentang seni ukir khas Jepara, juga banyak siswa yang datang untuk menyelesaikan tugas dari sekolah, meminjamkan alat ukir atau hanya sekedar melihat proses pembuatan karya seni ukir.

Sebagai perempuan yang memiliki peran ganda, di samping menjadi pelaku seni ukir, Rumini juga seorang ibu rumah tangga yang berbakti pada suaminya dan menyayangi anak-anaknya. Rumini tahu mana yang harus diprioritaskan dan mana yang bisa dikesampingkan, “setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, saya baru melanjutkan pekerjaan saya sebagai pengukir kayu,” jelasnya.

Dari keteladanan yang konsisten ini, terbentuklah Rumini yang menjadi sosok Kartini di masa sekarang. Rumini, seorang perempuan yang menekuni seni ukir khas Jepara menyampaikan pesan yang sarat makna pada generasi mendatang. Ia berpesan bahwa menjadi seorang perempuan tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah saja, namun perempuan harus bisa mandiri dan tidak bergantung pada lelaki, perempuan sama seperti lelaki, harus memiliki banyak keterampilan agar tidak disepelekan dan mandiri seperti yang diharapkan oleh R.A Kartini.

 

 

banner 336x280