Bulan September silam, jagat perpolitikan tanah air dihebohkan dengan munculnya bakal calon presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo dalam tayangan adzan maghrib di salah satu stasiun televisi yaitu MNC TV. Selain dari sisi pro kontra mengenai penggunakan ruang publik (public sphere) sebagai media “kampanye” dini kandidat salah satu capres, tentu saja publik juga tidak bisa berpaling pada fakta bahwa MNC TV merupakan salah satu media yang dimiliki oleh pendiri sekaligus ketua umum partai pendukung Ganjar Pranowo, yaitu Partai Perindo.( Republika 20/11/2023).
Pernyataan tersebut menyatakan Pemilihan tokoh politik yang muncul dalam tayangan adzan maghrib dapat menimbulkan pertanyaan etis terkait campur aduk antara ranah keagamaan dan politik. Adzan maghrib memiliki makna sakral bagi umat Islam, sebagai panggilan untuk melaksanakan ibadah maghrib. Mengintegrasikan konten politik, terutama seputar Calon Presiden seperti Ganjar, dalam konteks ini bisa dianggap sebagai penggunaan ruang keagamaan untuk kepentingan politik. Jadi, media disini memiliki langkah strategis untuk membentuk citra dan opini publik.
Dilansir dari bukunya Teaching and Media: A Systematic Approach (1971), Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat orang mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
Jadi, fungsi media meliputi : Pertama, sebagai social surveilance. Pada fungsi ini, media massa termasuk media televisi, akan senantiasa merujuk pada upaya penyebaran informasi dan interpretasi seobjektif mungkin mengenai peristiwa yang terjadi, dengan maksud agar dapat dilakukan kontrol sosial sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam lingkungan masyarakat bersangkutan. Kedua, sebagai social correlation. Dengan fungsi korelasi sosial tersebut, akan terjadi upaya penyebaran informasi yang dapat menghubungkan satu kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya. Begitupun antara pandangan-pandangan yang berbeda, agar tercapai konsensus sosial. Ketiga, fungsi socialization. Pada fungsi ini, media massa selalu merujuk pada upaya pewarisan nilai nilai luhur dari satu generasi ke generasi selanjutnya, atau dari satu.Sejatinya, keempat fungsi media massa tersebut bersinergi dan sinkron dalam rangka menyajikan tontonan yang sehat. Sebab, hanya dengan tontonan yang sehat sajalah yang nantinya dapat melahirkan generasi yang sehat. Generasi yang memiliki karakter bangsa. Dalam hal inilah, kesadaran masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia secara khusus perlu bertekad dan berkomitmen untuk mengupayakan agar ke depan jangan lagi mau membiarkan diri dan keluarganya didikte oleh siaran TV yang tidak mendidik dan bahkan merusak pembangunan karakter bangsa bagi masyarakat (warga negara) dalam pembangunan bangsa ke depan.
Peristiwa Pemilihan Umum atau Pemilu seringkali menjadi sorotan media. Media memainkan peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandidat, isu politik, dan perkembangan terkait Pemilu. Berbagai jenis media, seperti televisi, surat kabar, radio, dan media sosial, digunakan untuk menyampaikan berita, wawancara, dan analisis politik, mempengaruhi persepsi dan partisipasi masyarakat dalam proses demokratis.
Dengan demikian, Peristiwa Ganjar yang muncul di adzan maghrib di TV panggilan untuk bersatu dalam membangun masyarakat yang lebih toleran dan saling menghargai. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mendukung keberagaman dan memastikan bahwa setiap warga negara dapat merayakan kebebasan beragamanya tanpa takut akan diskriminasi. Dengan dialog terbuka, pemahaman, dan tindakan konkret, kita dapat melangkah menuju masyarakat yang inklusif dan damai.
Suryani Fatma
Ketua PMII Rayon Dakwah dan Komunikasi