Kiai Masjhadi Fasja: Sang Teladan Kehidupan

Kolom37 Dilihat
banner 468x60

Kiai Masjhadi Fasja, seorang ulama kharismatik yang berasal dari Desa Sukosono, Kedung, Jepara, lahir pada tanggal 11 Januari 1954. Beliau dikenal luas sebagai pribadi yang bijaksana, penuh kasih, dan selalu menjadi panutan dalam kehidupan masyarakat. Namun, takdir berkata lain, pada tanggal 4 Juli 2021, beliau dipanggil ke hadirat Ilahi, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, santri, dan masyarakat yang mencintainya.

Kepergian beliau terasa begitu tiba-tiba dan mengejutkan, sebab tidak ada tanda-tanda sakit serius yang terlihat sebelumnya. Beliau hanya mengeluhkan pegal-pegal di tubuhnya, sesuatu yang terkesan biasa dan tidak membuat kekhawatiran besar. Bahkan, di hari-hari terakhirnya, beliau masih beraktivitas seperti biasa. Beliau juga sempat menghadiri acara takziyah di rumah seorang sahabatnya, menunjukkan semangat dan dedikasinya yang tak pernah surut dalam menjalankan tugas-tugas sosial dan keagamaan. Namun, Kepergian Kiai Masjhadi Fasja bukan hanya meninggalkan kesedihan, tetapi juga pelajaran berharga tentang keteladanan hidup yang telah beliau ukir. Sosoknya yang sederhana, tetapi penuh pengabdian, akan selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

banner 336x280

Sejak kecil, Kiai Masjhadi Fasja telah menunjukkan minat yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Agama. Beliau memulai pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat, yang kini dikenal sebagai SDN 2 Sukosono. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, beliau melanjutkan pendidikannya di Sekolah Mu’allimin, yang sekarang menjadi MTs Matholiul Huda Bugel Kedung, Jepara. Tidak berhenti di situ, beliau juga menempuh pendidikan Non formal  di Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, salah satu pesantren yang terkenal dengan tradisi keilmuan Islam yang mendalam.

Semangat beliau untuk terus belajar membawa Kiai Masjhadi Fasja ke jenjang pendidikan tinggi. Beliau melanjutkan studi di Universitas Tri Bhakti Kediri dan berhasil meraih gelar D2 dan D3 dalam bidang Hukum Syariah. Kecintaannya pada ilmu membawa beliau melanjutkan pendidikan hingga meraih gelar S1 dan S2 di IAIN Walisongo Semarang (kini UIN Walisongo) antara tahun 1998 hingga 2006.

Dedikasi Kiai Masjhadi Fasja dalam dunia pendidikan dan dakwah begitu mengagumkan. Beliau mengabdikan dirinya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Matholiul Huda Bugel, Kedung, Jepara, sekaligus menjadi pengurus Yayasan Matholiul Huda Bugel. Di Desa tempatnya lahir, beliau juga salah satu tokoh pendiri Yayasan Sultan Fattah Sukosono yg terdiri dari MI,MTs,MA,Diniyah Serta Pondok Pesantren Terbuka. Selain itu, Beliau juga mendirikan berbagai lembaga pendidikan anak seperti PAUD Al-Masithoh dan PKBM Al-Wathoniyah. Tidak hanya itu, beliau juga menjadi guru di MA Matholiul Huda Bugel, di mana beliau mengajar mata pelajaran Ushul Fiqih dan Mantiq.

Kepemimpinan beliau tidak diragukan lagi. Kiai Masjhadi Fasja menjabat sebagai kepala madrasah di MA Matholiul Huda Bugel selama dua periode, yaitu dari tahun 1999 hingga 2004 dan 2011 hingga 2014. Selain itu, beliau juga pernah menjadi sekretaris yayasan pada tahun 1991–1995 dan wakil ketua yayasan pada tahun 2005–2010.

Di tengah kesibukannya, beliau tetap meluangkan waktu untuk membagikan ilmunya sebagai dosen di Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara. Selain di bidang pendidikan, Kiai Masjhadi Fasja juga sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan Nahdlatul Ulama (NU), beliau telah memberikan dedikasi luar biasa sebagai pengurus ranting NU Desa Sukosono dan MWCNU Kecamatan Kedung, Jepara. Meski sempat menghadapi sakit ringan pada tahun 2021, semangat beliau untuk terus berkontribusi bagi umat tidak pernah surut.

Kehidupan pribadi Kiai Masjhadi Fasja mencerminkan perjalanan penuh kasih dan tanggung jawab. Beliau menikah dengan Dra. Hj. Cholilah Mawardi, seorang wanita shalihah yang menjadi pendamping setia dalam membangun keluarga dan mengabdi kepada masyarakat. Namun, kehendak Allah berkata lain, sang istri tercinta wafat pada tahun 2016, meninggalkan duka mendalam dalam kehidupan beliau.

Dari pernikahan dengan Dra. Hj. Cholilah Mawardi, Kiai Masjhadi Fasja dikaruniai dua anak. Anak pertama bernama Badi’atin Kholishoh, serta anak kedua bernama Dhiyaul Adha. Setahun setelah kepergian istrinya, pada bulan April 2017, Kiai Masjhadi Fasja melanjutkan perjalanan hidupnya dengan menikahi Ibu Siti Fathatin, seorang wanita yang kemudian melengkapi kebahagiaan dan mendampingi beliau dalam melanjutkan pengabdian hingga akhir hayatnya.

Drs. H. Masjhadi Fasja, M.Ag., adalah teladan sejati seorang ulama yang tidak hanya membangun pondok pesantren dan menghidupkan kegiatan keagamaan di tingkat lokal, tetapi juga memperkokoh jaringan organisasi NU hingga ke akar desa. Namanya bukan sekadar identitas, melainkan simbol dedikasi, pengabdian, dan kebaikan yang terus mengalir. Bagi beliau, pendidikan adalah warisan teragung sebuah amanah yang hidup di hati setiap insan yang pernah disentuh oleh ilmunya. Jejak dan semangatnya tak hanya tercatat dalam sejarah Desa Sukosono, tetapi juga menjadi suluh inspirasi yang akan menerangi jalan generasi mendatang menuju masa depan yang lebih gemilang.

Beliau  adalah sosok yang memancarkan kasih dan kesederhanaan, nilai-nilai yang telah tertanam kuat dalam dirinya sejak usia dini. Ketulusannya dalam membimbing para santri mencerminkan keikhlasan seorang guru sejati. Dengan semangat yang tak pernah pudar, beliau gigih menanamkan nilai-nilai keagamaan dan moral kepada generasi muda. Tak heran, kehadirannya dihormati dan menjadi panutan, meninggalkan jejak inspiratif yang mendalam di hati para pengikutnya.

Kiai Masjhadi Fasja adalah sosok yang memegang teguh pentingnya pendidikan sebagai kunci kehidupan. Beliau pernah berkata, “Pendidikan nomor satu hingga akhir hayat.” Pesan inspiratifnya kepada anak-anaknya juga begitu mendalam: “Mumpung ijeh nom, surah iki diisi sak kebak-kebake. Dene seng kanggo seng endi, seng penting wes duwe isine.” Pesan ini mengandung makna bahwa selagi masih muda, seseorang harus mengisi pikirannya dengan hal-hal positif seperti belajar, mengaji, dan mengembangkan diri, sehingga di kemudian hari dapat memilih dan menggunakan ilmu yang paling relevan.

Beliau percaya bahwa menikah dan bekerja akan mengikuti naluri manusia, sehingga pendidikan dan penguasaan ilmu harus menjadi prioritas utama. Dengan prinsip ini, Kiai Masjhadi mendorong anak-anaknya untuk menguasai berbagai mata pelajaran, membangun fondasi kuat bagi masa depan mereka. Dedikasinya terhadap pendidikan menjadikan beliau teladan bagi banyak orang.

Oleh: Miqdad Syafiq Husaini (Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Unisnu Jepara)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *