Sedekah Bumi, Ritual Syukur dan Penghormatan Leluhur

Berita, Budaya45 Dilihat
banner 468x60

Sedekah bumi merupakan sebuah ritual tahunan yang telah menjadi bagian  dari tradisi masyarakat pedesaan di Indonesia. Ritual ini bukan hanya sekadar sebuah upacara adat, tetapi juga merupakan wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang diberikan, sekaligus penghormatan kepada leluhur atau cikal bakal babad alas desa.

Di Desa Lebuawu, tradisi sedekah bumi menjadi momen penting untuk mempererat ikatan sosial dan spiritual antarwarga. Setiap tahun, masyarakat Desa Lebuawu melaksanakan sedekah bumi yang biasanya dilaksanakan pada bulan Apit atau Dzulqa’dah, tepatnya pada hari Senin Pahing menurut kalender Jawa. Ini bukan sekadar acara seremonial, tetapi lebih sebagai ungkapan syukur yang mendalam atas tanah yang mereka huni, tempat mereka mencari nafkah, berteduh, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, tanah adalah anugerah dari Tuhan yang wajib dijaga dan disyukuri.

banner 336x280

Rangkaian kegiatan dimulai pada malam Senin Pahing, dengan dilakukannya ritual ziarah dan do’a ke makam Mbah Rangin Citro Kusumo, yang dianggap sebagai danyang atau cikal bakal Desa Lebuawu. Para tokoh agama, Pemerintahan  desa hadir dalam ziarah dsn do’a  untuk memanjatkan doa bersama demi keselamatan dan kesejahteraan seluruh warga desa. Ritual ini juga dilengkapi dengan “dekem” dan urapan yang terbuat dari sembilan macam sayuran. Sayuran-sayuran ini melambangkan kesuburan tanah dan harapan akan kelimpahan rezeki bagi warga desa. Urapan yang disiapkan merupakan simbol rasa syukur atas tanah yang memberikan kehidupan bagi mereka.

Pada keesokan harinya, tradisi dilanjutkan dengan khotmil Quran bil ghoib, yang dilantunkan oleh para hafiz dan hafizah. Alunan doa ini menjadi wujud spiritual yang mengiringi perjalanan sedekah bumi, dengan harapan agar Tuhan terus memberikan berkah-Nya kepada seluruh umat. Setelah itu, dilaksanakan acara “manganan”, yang berpusat di sekitar makam Mbah Rangin Citro Kusumo. Dalam acara ini, seekor kerbau disembelih sebagai simbol rasa syukur atas kelimpahan yang diterima oleh masyarakat. Daging kerbau tersebut dimasak dan dibagikan kepada seluruh warga yang hadir, menjadi lambang kebersamaan, keberkahan, dan kesinambungan antara generasi.

Malam harinya, rangkaian sedekah bumi dilanjutkan dengan selametan atau kenduri yang digelar di Balai Desa Lebuawu. Acara ini dihadiri oleh Pemerintahan desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta ketua RT dan RW. Selain sebagai bentuk syukur bersama, kenduri ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga.

Tak ketinggalan, tradisi sedekah bumi ditutup dengan pagelaran wayang kulit, yang tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana dakwah yang penting. Wayang kulit, sebagai bagian dari budaya Jawa, digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan keislaman dengan cara yang halus dan mudah dipahami oleh masyarakat. Salah satu tokoh pewayangan yang sering diangkat dalam pertunjukan ini adalah Werkudara, yang menjadi simbol penting dalam ritual sedekah bumi. Werkudara, yang dikenal sebagai tokoh yang kuat dan berjiwa besar, dijadikan simbol ibadah salat. Pemilihan tokoh ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat akan kewajiban salat dan mendorong mereka untuk melaksanakan ibadah dengan penuh kesadaran dan ketulusan.

Tradisi sedekah bumi di Desa Lebuawu bukan hanya sekadar ritual tahunan. Lebih dari itu, tradisi ini merupakan cerminan kearifan lokal yang menyatukan berbagai nilai spiritual, budaya, dan sosial dalam kehidupan masyarakat. Melalui sedekah bumi, warga desa tidak hanya mengungkapkan rasa syukur atas segala berkah yang mereka terima, tetapi juga mengingatkan diri mereka akan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan, leluhur, dan alam sekitar. Ritual ini mengajarkan mereka untuk saling peduli, bergotong-royong, dan menjaga kelestarian lingkungan, sehingga tradisi ini terus hidup dan diwariskan dari generasi ke generasi. (Ida)

banner 336x280