Seperti Dendam, Pendidikan Harus Diselesaikan dengan Tuntas

Kolom, Opini25 Dilihat
banner 468x60

Fokuspers.com-Bagi mereka yang tidak diberkahi dengan kecukupan materi, pendidikan serasa barang mewah yang hanya bisa dicicipi oleh anak priayi dan kaum borjuis saja. Terus begitu sejak zaman kolonialisme sampai sekarang yang katanya semua lapisan masyarakat berhak mengunyah bangku sekolah, Begitupun yang terjadi di keluargaku.

Apa (panggilan kami kepada bapak) tak cukup materi untuk menyekolahkanku sejak dini. Untungnya, ibu dengan tulus dan tekun mengajariku baca tulis setelah tuntas mengerjakan pekerjaan rumah. Setelah selesai mengajar ibu pernah berpesan, “Man, yang menjadikanmu berbeda dengan orang lain adalah membaca. Tak apa jika sekarang kamu tak hafal lagu anak² yang diajarkan di TK seperti anak yang lain. Tapi, jangan sampai kau tak hafal sejarah Indonesia yang kakekmu perjuangkan habis²an”. Di umur yang masih 5 tahun, aku tak tahu maksud dari pesan ibu itu. Hingga ketika menginjak usia kepala dua aku mulai paham makna dari obrolan kita 15 tahun yang lalu. Selain berpesan, Ibu dan Apa selalu menanamkan rasa senang membaca pada anak²nya.

banner 336x280

Di waktu senggang, ketika aku bingung harus membaca apa lagi, karena serial “Pulang” dan “Bumi” karya Tere Liye sudah habis kubaca berulang kali, ujung mataku menangkap punggung buku berjudul “Laut Bercerita” karya Leila S. Chudori yang terhimpit di antara deretan kitab kuning usang. Dan mulai dari sana, ketertarikanku terhadap sejarah Indonesia semakin tumbuh lalu membukakan pintu bagiku untuk menyelam pada buku² yang banyak menyinggung tentang sejarah Indonesia yang disembunyikan dan tidak dituliskan pada buku paket sekolah juga menambah wawasan saya kenapa kebodohan di negeri ini tidak dapat hilang dan secara tidak langsung seperti terstruktur.

Belakangan ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang anggaran BPP tahun 2026 yang menyatakan bahwa sektor pendidikan dan kesehatan “hanya” sebagai prioritas pendukung, bukan sebagai prioritas utama dan digantikan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), ketahanan pangan, dan sektor lain yang dirasa kurang pantas untuk berada di posisi prioritas utama. Sehingga biaya pendidikan dan kesehatan tak lagi terjangkau bagi mereka yang kurang mampu.

Agaknya, misi Indonesia emas 2045 ini tidak lagi relevan jika sektor pendidikan tak lagi menjadi prioritas utama. Pemerintah harusnya banyak belajar dari Jepang, ketika mereka dibumihanguskan oleh sekutu. Orang yang paling dicari oleh kaisar Hirohito pada waktu itu adalah ada berapa tenaga pengajar yang tersisa, bukan sibuk mendistribusikan makanan apalagi membangun kebun kelapa sawit. Dan terbukti pada zaman sekarang, Jepang menjadi salah satu negara maju yang mampu bersaing dengan Rusia, Amerika dan negara Eropa lainnya.

Secara tidak langsung, kebijakan pemerintah ini membuat rakyat menjadi lebih realistis dengan apa yang menjadi prioritas mereka daripada melanjutkan pendidikan dengan biaya mahal. dan sangat amat mungkin ketika mereka telah menuntaskan pendidikan, masih saja kesusahan mencari lapangan pekerjaan. Maka dari itu, masyarakat akan lebih memilih untuk menjadi buruh-buruh pabrik, yang sudah jelas akan menjamin kehidupan mereka meski kebutuhan akan pengetahuan mereka tidak tercukupi. Dari situlah kebodohan menjadi warisan dan jika sudah seperti itu, pemerintah akan lebih mudah mengelabui masyarakat, karena mereka tidak tahu apa-apa tentang kebijakan pemerintah yang dibuat hanya untuk menghidupi rekan dan sanak famili mereka. (Salman)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *