Tantangan dan Peluang Zonasi, Menuju Pendidikan Inklusif dan Merata

Opini66 Dilihat
banner 468x60

Tantangan dan Peluang Zonasi: Menuju Pendidikan Inklusif dan Merata

Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menjadi sorotan. Kebijakan ini pertama kali diterapkan pada tahun 2017 sebagai upaya untuk mengatasi ketimpangan akses pendidikan dengan memastikan siswa dapat bersekolah di dekat tempat tinggal mereka. Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, Nisa Felicia, menilai bahwa solusi utama permasalahan zonasi adalah kolaborasi yang lebih masif antara pemerintah dan sekolah swasta untuk menambah daya tampung peserta didik. Dalam diskusi publik bertajuk Transformasi Sistem Zonasi PPDB: Menuju Pendidikan Merata dan Inklusif yang berlangsung di Jakarta, isu ini diangkat sebagai upaya menciptakan pendekatan baru untuk pendidikan yang lebih inklusif.

banner 336x280

Sistem zonasi dalam konteks pendidikan merujuk pada kebijakan yang mengatur pembagian wilayah geografis untuk menentukan akses peserta didik ke sekolah tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), zonasi berarti pembagian wilayah menjadi beberapa bagian atau zona berdasarkan kriteria tertentu. Dalam sistem pendidikan, kriteria tersebut biasanya didasarkan pada jarak tempat tinggal siswa ke sekolah.

Sistem zonasi awalnya diperkenalkan untuk menciptakan pemerataan akses pendidikan. Sayangnya, implementasinya sering menemui kendala, terutama dalam hal daya tampung sekolah negeri yang terbatas di daerah padat penduduk. Masalah ini menyebabkan tidak semua siswa dapat terakomodasi di sekolah yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah dan sekolah swasta dianggap sebagai solusi potensial untuk mengatasi tantangan ini. Sebagai contoh, di Yogyakarta, program kolaborasi antara pemerintah daerah dan sekolah swasta telah berhasil meningkatkan daya tampung dan kualitas pendidikan melalui subsidi biaya pendidikan dan pelatihan guru.

Masalah zonasi bukan sekadar isu teknis, tetapi juga menyangkut kesetaraan sosial. Sistem ini dirancang agar semua anak memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa memandang latar belakang ekonomi. Namun, realitas menunjukkan bahwa daya tampung sekolah negeri belum mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat, terutama di wilayah yang minim fasilitas pendidikan. Menurut Nisa Felicia, Direktur Eksekutif Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan, ada empat kategori akses pendidikan di Indonesia: wilayah dengan sekolah negeri yang cukup memadai, wilayah yang membutuhkan kolaborasi dengan sekolah swasta, wilayah yang tetap kekurangan daya tampung meski ada kolaborasi, dan wilayah yang sama sekali tidak memiliki sekolah swasta.

Dalam hal ini, memperkuat kolaborasi dengan sekolah swasta menjadi salah satu langkah konkret yang dapat diambil. Beberapa daerah, seperti Jakarta, telah menerapkan program PPDB Bersama untuk memanfaatkan daya tampung sekolah swasta. Namun, kolaborasi ini masih sporadis dan belum diterapkan secara merata di seluruh Indonesia. Sebagai contoh, program PPDB Bersama di Jakarta telah menunjukkan keberhasilan dalam meningkatkan akses pendidikan, sementara di daerah seperti Nusa Tenggara Timur, kolaborasi semacam ini masih minim dan membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah. Nisa menegaskan bahwa pemerintah perlu memastikan pembiayaan yang lebih komprehensif untuk mendukung langkah ini. “Daya tampung bisa dipenuhi tidak hanya dengan menambah sekolah negeri, tapi juga dengan pembiayaan pendidikan di sekolah swasta yang dijamin oleh negara,” ujarnya.

Meski banyak tantangan, sistem zonasi juga membawa manfaat nyata. Salah satunya adalah membantu mengurangi kesenjangan pendidikan antara anak-anak dari keluarga mampu dan kurang mampu. Dengan mendekatkan siswa ke sekolah di sekitar tempat tinggal mereka, sistem ini mencegah diskriminasi berbasis kemampuan ekonomi. Selain itu, zonasi mendorong pemerataan kualitas pendidikan di berbagai wilayah. Dengan sistem ini, pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan fasilitas dan kualitas pengajaran di semua sekolah.

Namun, kritik terhadap sistem ini tetap ada, bahkan memunculkan wacana untuk menghapus zonasi. Wacana ini sebenarnya tidak menyelesaikan akar permasalahan, tetapi justru berpotensi memperburuk ketimpangan sosial. Tanpa zonasi, anak-anak dari keluarga kurang mampu akan kesulitan bersaing dengan mereka yang memiliki sumber daya lebih untuk masuk ke sekolah favorit. Berdasarkan laporan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020, sistem zonasi berhasil meningkatkan proporsi siswa dari keluarga kurang mampu di sekolah negeri hingga 15% di beberapa kota besar, seperti Surabaya dan Bandung. Hal ini menunjukkan efektivitas zonasi dalam mengurangi ketimpangan akses pendidikan. Hal ini ditegaskan oleh Nisa Felicia yang mengatakan Kalau hapuskan zonasi dan kembali ke sistem lama, seolah-olah masalah selesai, tapi buat kelas sosial yang mana? Karena berarti anak-anak miskin jadi susah lagi masuk sekolah negeri.

Untuk mengoptimalkan sistem zonasi, pemerintah perlu mengambil langkah strategis yang mencakup kolaborasi lebih intensif dengan sekolah swasta, percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah yang kekurangan fasilitas, evaluasi berkala terhadap kebijakan zonasi, dan peningkatan kualitas guru di seluruh sekolah. Semua langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan pendidikan yang layak, terlepas dari lokasi geografis atau status ekonomi mereka.

Sistem zonasi adalah salah satu upaya penting untuk menciptakan pendidikan yang merata dan inklusif di Indonesia. Meski tantangan besar masih ada, kebijakan ini tetap relevan jika dilengkapi dengan solusi yang komprehensif. Kolaborasi antara pemerintah dan sekolah swasta, pembangunan infrastruktur pendidikan, serta peningkatan kualitas pengajaran adalah kunci keberhasilan sistem ini. Sebagai masyarakat, kita juga memiliki peran untuk mendukung kebijakan ini dengan mendorong pemerintah terus berinovasi dalam mewujudkan pendidikan berkualitas untuk semua.

 

Oleh : Firza Izzatul Mila (Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UNISNU Jepara, Sekertaris LPM Fokus UNISNU)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *