Dari Langgar Kayu ke Musholla Mambaussolah, Jejak Cahaya Warisan Mbah Munawi

Berita, Nasional21 Dilihat
banner 468x60

Jepara, Fokuspres.com – Sebuah langgar kayu sederhana menjadi saksi awal perjuangan kehidupan religius di dusun kerso. Laggar itu bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai ruang di mana nilai-nilai islam ditanamkan oleh sosok bersahaja yang sejak muda telah dikenal sebagai kyai kampung. Dialah Mbah Munawi, sosok yang namanya tetap harum meski jasadnya telah lama berpulang ke pangkuan Sang Pencipta pada (16/12/2007).

Mbah Munawi dikenal sebagai pribadi yang memegang teguh nilai-nilai ajaran islam. Menurut penuturan anak kedua beliau, bu Saidah, bahwa sejak kecil Mbah Munawi telah akrab dengan dunia keagamaan dan memiliki langgar sendiri. Saat itu, langgar tersebut masih sangat sederhana, bertembok kayu dan beratapkan genteng seadanya. Namun dari sana lah, beliau menabur ilmu dan akhlak untuk generasi selanjutnya. Setiap hari beliau rutin melakukan perkumpulan ngaji kitab yang dihadiri oleh warga dan anak-anak kampung sekitar di langgar.

banner 336x280

Selain sebagai seorang kyai kampung, Mbah Munawi juga bekerja sebagai petani dan tukang brubut kursi. setiap pagi hingga siang, beliau mengurus sawah milik sendiri maupun menggarap sawah milik orang lain. Disela waktu luangnya, beliau menyelesaikan pesanan bubut kayu dengan alat manual yang masih sederhana. Menjelang malam, beliau kembali menjalankan peranya sebagai guru ngaji, memimpin pengajian kitab kuning rutin di langgar. Mbah Munawi tak pernah lelah untuk menunaikan peran duniawi dan ukhrawi secara seimbang. ia bertanggung jawab untuk menghidupi empat orang anaknya, yang dididiknya secara langsung. Meski demikian, beliau tetap mengirim mereka untuk menuntut ilmu di tempat lain agar memiliki wawasan yang luas dan terbuka.

Mbah Munawi juga dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dalam mendidik anak dan cucunya. Salah satu anaknya mengisahkan, ada momen ketika ada anaknya tidak segera melakukan salat, beliau langsung memukulnya dengan sebatang kayu kecil, bukan karena marah tapi sebagai bentuk kasih dengan menanamkan rasa tanggung jawab. Beliau senantiasa mengingatkan anak cucunya untuk selalu taat dalam beribadah dan berbuat baik. Bahkan di usia senja, saat fisiknya mulai melemah, beliau tetap menjaga ibadahnya. Beliau selalu meminta dibantu untuk wudhu meski belum masuk waktu salat, dan selalu bertanya kapan waktu salat sambil tetap berdzikir kepada Allah.

Dibalik sikap keras dan disiplin yang beliau terapkan, Mbah Munawi juga memiliki sisi lembut yang sangat membekas dihati cucu-cucunya. Mila, salah satu cucunya, mengenang dengan penuh haru,  “Dulu waktu kecil sering di suruh memijit habis dari ladang, nanti bayarannya dengan buah ciplukan. Sederhana, tapi membuat kami merasa sangat disayang.” Dan juga bela cucu beliau, menuturkan bahwa terkadang setiap lantunan ayat Al-Quran menyimpan memori rindu akan sosok kakek dan ajaran yang beliau terapkan semasa hidupnya.

Mbah Munawi juga merupakan sosok yang disegani di masyarakat. Beberapa kali beliau dipercaya menjadi pemimpin musyawarah, penasihat, hingga penengah dalam permasalahan yang terjadi di masyarakat. Kepercayaan itu tidak tumbuh hanya dalam semalam, tapi dibangun dari sifat dan keteladanan yang beliau tunjukkan. Salah satu peninggalan berharga beliau adalah Musholla Mambaussolah, sebuah tempat ibadah yang kini telah bertransformasi dari langgar kayu sederhana menjadi bangunan yang lebih kokoh dan modern. Dengan nilai yang masih tetap diwariskan sebagai tempat pendidikan agama dan penyebaran nilai-nilai Qurani di tengah masyarakat desa.

Kisah Mbah Munafik bukanlah cerita tentang tokoh besar dengan gelar tinggi, tapi tentang sosok sederhana yang menjalani hidup dengan ketulusan dan pengabdian. beliau adalah potret nyata bahwa kemuliaan tidak ditentukan oleh pangkat atau popularitas, tetapi oleh seberapa besar kebaikan yang diwariskan. Dari buah ciplukan hingga musholla, dari ketegasan hingga kasih sayang, semuanya adalah warisan yang terus hidup di hati keluarga dan masyarakat. Meski beliau sudah berada di pangkuan Sang pencipta, akan tetapi perjuangan beliau dalam menanamkan nilai-nilai islam tetap dilanjutkan oleh anak dan cucu beliau hingga saat ini.

(Ida Ayu Wulandari, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Komunikasi dan Desain Unisnu Jepara)

banner 336x280